Trip to Vietnam - Ho Chi Minh City
Day 1: Exploring Ho Chi Minh City (HCMC)
Beberapa bulan yang lalu gw dan beberapa orang sepupu melancong ala backpacker ke Vietnam. Kita udah ngerencanain liburan ini dari jauh-jauh hari dan memutuskan untuk pergi di bulan Juli'12.
Karena bulan Juli masih 'peak season', sempet khawatir juga kalau-kalau kita bakal kesulitan untuk mendapatkan makanan, transportasi, dan penginapan yang pas dengan 'kantong backpacker'. Gw sempet dapat wejangan dari temen yang udah pernah kesana. Kebanyakan bilang gini, "tenang aja, disana gak terlalu mahal kok."
Bermodalkan buku 'Lonely Planet Vietnam', ipad, dan google maps, akhirnya 4 orang nekad dari Indonesia yang sama sekali buta arah di Vietnam ini, memberanikan diri untuk terbang ke negeri Paman Ho, tepatnya Ho Chi Minh City.
Dengan jarak tempuh 3 jam dari Jakarta, kita tiba dengan selamat di bandara internasional Tan Son Nhat pada jam 11 malam. Dan langsung ngantri di immigration check barengan sama penumpang Jeju Airlines dari Korea.
Keluar dari bandara kita memutuskan buat naik taxi ke daerah tujuan utama. Tapi agak bingung mau naik taxi yang mana. Sama kayak di Jakarta, pilihannya banyak.
Akhirnya kita memutuskan untuk naik VINASUN Taxi. Pertimbangannya, karena lebih banyak orang yang nungguin taxi itu daripada taxi lainnya (hahaha :D). Untungnya taxi disini kebanyakan mobil innova, jadi 1 mobil cukup untuk kita ber4 + barang bawaan. Kalo gak bawa barang, bisa masuk 6-7 orang penumpang. Ongkos taxi dari bandara menuju Distrik 1 sekitar 100.000 VND.
Sesampainya di daerah tujuan, kita mampir dulu di sebuah mini market Shop&Go. Karena semua udah dehidrasi selama diperjalan (nggak ada yang bawa minum :p).
Setelah itu baru deh kita pasang mata baik-baik untuk cari hotel ataupun guess house yang masih buka, diantara sekian banyak hotel, restoran, dan cafe yang udah pada tutup.
Lucunya disana, gerbang hotel pun ditutup pada jam 12 malam. Satu pertanyaan tercetus dari mulut gw, "kalo tamunya nongkrong di club, terus pulang subuh gimana masuknya yah?" :D
Untungnya kita ketemu sama 'aunty-aunty' yang nawarin room for rent. Awalnya kita cuekin sih, soalnya serem banget disamperin tante-tante gak dikenal malem-malem pula.
Tapi ngeliat usahanya yang getol untuk nawarin kita kamar dengan bahasa Inggris yang kurang jelas, gw tergerak untuk ngajak rombongan berhenti sebentar untuk ngeliat kamar yang ditawarkan si 'aunty' ini. Masuklah kita di sebuah ruko agak gelap yang sudah ditutup dan disambut seorang nenek tua yang ngebukain pintu, diikuti dengan bayangan lampu merah dari meja abu sembahyang dibelakangnya. Hooooo... Sereeem, serasa nonton film horror China. Hiiiiiii...
Naiklah kita di lantai 2 rumah itu. Walaupun kamarnya agak tua, tapi cukup bersih, luas, lega, dan nyaman untuk merebahkan diri sampe besok pagi. Dan pastinya gak terlalu mahal karena kamar kamar seharga 180.000 VND ini muat untuk 4-5 orang. Jadi kita memutuskan untuk nginep di tempat itu, karena udah terlalu capek buat cari tempat yang lain lagi.
Begitu bangun keesokan harinya, gw gak sabar keluar balkon untuk menikmati pemandangan di luar kamar. Ternyata gak seseram waktu kita lewatin semalem kok. Sejauh mata memandang, di sepanjang jalan ada banyak restoran, cafe, hotel, toko souvenir, toko baju, jasa travel, dan money changer.
Setelah mandi dan bersiap-siap, kita menyempatin diri mampir ke toko souvenir untuk beli beberapa gantungan kunci dan postcard. Lalu melanjutkan perjalan melewati beberapa blok dari penginapan, dan memutuskan buat sarapan pagi di restoran Pho Hai Thien yang masuk dalam Vietnam records books (entah penghargaan apa itu, yang jelas Pho nya enaaak :p).
Beberapa bulan yang lalu gw dan beberapa orang sepupu melancong ala backpacker ke Vietnam. Kita udah ngerencanain liburan ini dari jauh-jauh hari dan memutuskan untuk pergi di bulan Juli'12.
Karena bulan Juli masih 'peak season', sempet khawatir juga kalau-kalau kita bakal kesulitan untuk mendapatkan makanan, transportasi, dan penginapan yang pas dengan 'kantong backpacker'. Gw sempet dapat wejangan dari temen yang udah pernah kesana. Kebanyakan bilang gini, "tenang aja, disana gak terlalu mahal kok."
Bermodalkan buku 'Lonely Planet Vietnam', ipad, dan google maps, akhirnya 4 orang nekad dari Indonesia yang sama sekali buta arah di Vietnam ini, memberanikan diri untuk terbang ke negeri Paman Ho, tepatnya Ho Chi Minh City.
Dengan jarak tempuh 3 jam dari Jakarta, kita tiba dengan selamat di bandara internasional Tan Son Nhat pada jam 11 malam. Dan langsung ngantri di immigration check barengan sama penumpang Jeju Airlines dari Korea.
Keluar dari bandara kita memutuskan buat naik taxi ke daerah tujuan utama. Tapi agak bingung mau naik taxi yang mana. Sama kayak di Jakarta, pilihannya banyak.
Akhirnya kita memutuskan untuk naik VINASUN Taxi. Pertimbangannya, karena lebih banyak orang yang nungguin taxi itu daripada taxi lainnya (hahaha :D). Untungnya taxi disini kebanyakan mobil innova, jadi 1 mobil cukup untuk kita ber4 + barang bawaan. Kalo gak bawa barang, bisa masuk 6-7 orang penumpang. Ongkos taxi dari bandara menuju Distrik 1 sekitar 100.000 VND.
Sesampainya di daerah tujuan, kita mampir dulu di sebuah mini market Shop&Go. Karena semua udah dehidrasi selama diperjalan (nggak ada yang bawa minum :p).
Setelah itu baru deh kita pasang mata baik-baik untuk cari hotel ataupun guess house yang masih buka, diantara sekian banyak hotel, restoran, dan cafe yang udah pada tutup.
Lucunya disana, gerbang hotel pun ditutup pada jam 12 malam. Satu pertanyaan tercetus dari mulut gw, "kalo tamunya nongkrong di club, terus pulang subuh gimana masuknya yah?" :D
Untungnya kita ketemu sama 'aunty-aunty' yang nawarin room for rent. Awalnya kita cuekin sih, soalnya serem banget disamperin tante-tante gak dikenal malem-malem pula.
Tapi ngeliat usahanya yang getol untuk nawarin kita kamar dengan bahasa Inggris yang kurang jelas, gw tergerak untuk ngajak rombongan berhenti sebentar untuk ngeliat kamar yang ditawarkan si 'aunty' ini. Masuklah kita di sebuah ruko agak gelap yang sudah ditutup dan disambut seorang nenek tua yang ngebukain pintu, diikuti dengan bayangan lampu merah dari meja abu sembahyang dibelakangnya. Hooooo... Sereeem, serasa nonton film horror China. Hiiiiiii...
Naiklah kita di lantai 2 rumah itu. Walaupun kamarnya agak tua, tapi cukup bersih, luas, lega, dan nyaman untuk merebahkan diri sampe besok pagi. Dan pastinya gak terlalu mahal karena kamar kamar seharga 180.000 VND ini muat untuk 4-5 orang. Jadi kita memutuskan untuk nginep di tempat itu, karena udah terlalu capek buat cari tempat yang lain lagi.
Begitu bangun keesokan harinya, gw gak sabar keluar balkon untuk menikmati pemandangan di luar kamar. Ternyata gak seseram waktu kita lewatin semalem kok. Sejauh mata memandang, di sepanjang jalan ada banyak restoran, cafe, hotel, toko souvenir, toko baju, jasa travel, dan money changer.
Setelah mandi dan bersiap-siap, kita menyempatin diri mampir ke toko souvenir untuk beli beberapa gantungan kunci dan postcard. Lalu melanjutkan perjalan melewati beberapa blok dari penginapan, dan memutuskan buat sarapan pagi di restoran Pho Hai Thien yang masuk dalam Vietnam records books (entah penghargaan apa itu, yang jelas Pho nya enaaak :p).
Setelah itu kita jalan lagi menuju Chợ Bến Thà nh atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ben Thanh Market. Pasar besar yang isinya sangat beragam dan lengkap, mulai dari pakaian, kain, pernak-pernik, kerajinan tangan, oleh-oleh, sampai makanan tradisional pun ada disini (mungkin seperti pasar Beringharjonya Jogjakarta :p).
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete